Jumat, 26 Desember 2014

Tugas Kepribadian 2



Bunda Teresa (Agnes Gonxha Bojaxhiu, lahir di Üsküb, Kerajaan Ottoman, 26 Agustus 1910 – meninggal di Kalkuta, India, 5 September 1997 pada umur 87 tahun) adalah seorang biarawati Katolik Roma keturunan Albania dan berkewarganegaraan India yang mendirikan Misionaris Cinta Kasih (bahasa Inggris: Missionaries of Charity) di Kalkuta, India, pada tahun 1950. Selama lebih dari 47 tahun, ia melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sementara membimbing ekspansi Misionaris Cinta Kasih yang pertama di seluruh India dan selanjutnya di negara lain. Setelah kematiannya, ia mendapat gelar beata (blessed dalam bahasa Inggris) oleh Paus Yohanes Paulus II dan diberi gelar Beata .
Pada 1970-an, ia menjadi terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya. Misionaris Cinta Kasih terus berkembang sepanjang hidupnya dan pada saat kematiannya, ia telah menjalankan 610 misi di 123 negara, termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah. Pemerintah, organisasi sosial dan tokoh terkemuka telah terinspirasi dari karyanya, namun tak sedikit filosofi dan implementasi Bunda Teresa yang menghadapi banyak kritik. Ia menerima berbagai penghargaan, termasuk penghargaan pemerintah India, Bharat Ratna (1980) dan Penghargaan Perdamaian Nobel pada tahun 1979. Ia merupakan salah satu tokoh yang paling dikagumi dalam sejarah. Saat peringatan kelahirannya yang ke-100 pada tahun 2010, seluruh dunia menghormatinya dan karyanya dipuji oleh Presiden India, Pratibha Patil
 Kehidupan Awal
Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup mawar" atau "bunga kecil" di Albania) lahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di Üsküb, Kekaisaran Ottoman (sekarang Skopje, ibukota Republik Makedonia). Meskipun lahir pada tanggal 26 Agustus, ia menganggap 27 Agustus, hari ia dibaptis menjadi "ulang tahun"nya. Dia adalah anak bungsu dari sebuah keluarga di Shkodër, Albania, lahir dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya yang terlibat dalam politik Albania, meninggal pada tahun 1919 ketika ia berusia delapan tahun. Setelah kematian ayahnya, ibunya membesarkannya sebagai seorang Katolik Roma. Ayahnya, Nikollë Bojaxhiu (namanya berarti 'pelukis') berasal dari Prizren, Kosovo. Sementara, ibunya diduga berasal dari sebuah desa dekat Đakovica, Kosovo.
Menurut sebuah biografi oleh Joan Graff Clucas, pada tahun-tahun awal Agnes terpesona oleh cerita-cerita dari kehidupan misionaris dan pelayanan mereka di Benggala. Pada usia 12 tahun, ia merasa yakin dan berkomitmen untuk kehidupan beragama dan merasa terpanggil melayani orang miskin.  Resolusi akhirnya diambil pada tanggal 15 Agustus 1928, sewaktu berdoa di kuil Madonna Hitam di Letnice, tempat dimana ia sering pergi berziarah.
Ia meninggalkan rumah pada usia 18 tahun untuk bergabung dengan Kesusteran Loreto sebagai misionaris. Ia tidak pernah lagi melihat ibu atau saudara perempuannya.
Agnes pada awalnya pergi ke Biara Loreto di Rathfarnham, Irlandia, untuk belajar bahasa Inggris, bahasa yang digunakan oleh Kesusteran Loreto untuk mengajar anak-anak sekolah di India. Ia tiba di India pada tahun 1929 dan memulai novisiatnya (pelatihan) di Darjeeling, dekat pegunungan Himalaya, tempat ia belajar bahasa Bengali dan mengajar di Sekolah St. Teresa, sebuah sekolah yang dekat dengan biaranya. Ia mengambil sumpah agama pertamanya sebagai seorang biarawati pada tanggal 24 Mei 1931. Saat itu ia memilih untuk diberi nama Thérèse de Lisieux, santo pelindung para misionaris, namun karena salah satu biarawati di biara sudah memilih nama itu, Agnes memilih pengejaan Spanyol, Teresa.
Dia mengambil sumpah sucinya pada tanggal 14 Mei 1937, saat sedang pelayanan sebagai guru di sekolah biara Loreto di Entally, sebelah timur Kalkuta. Teresa bertugas disana selama hampir dua puluh tahun dan pada tahun 1944 diangkat sebagai kepala sekolah.
Meskipun Teresa menikmati mengajar di sekolah, ia semakin terganggu oleh kemiskinan di sekitarnya. Kelaparan di Benggala 1943 membawa penderitaan dan kematian ke kota serta kekerasan Hindu/Muslim pada Agustus 1946 membuat kota dalam keputusasaan dan ketakutan.
Misionaris Cinta Kasih
Description: !Artikel utama untuk bagian ini adalah: Misionaris Cinta Kasih
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/3a/Sisters_of_Charity.jpg/220px-Sisters_of_Charity.jpg
Misionaris cinta kasih dengan sari tradisional.
Pada tanggal 10 September 1946, Teresa mengalami "panggilan" saat bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya. Pada saat itu juga, Ia mendengar kata "saya haus". "Saya meninggalkan biara dan membantu orang miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini adalah sebuah perintah. Kegagalan akan mematahkan iman."
Dia memulai pekerjaan misionarisnya bersama orang miskin pada 8 Desember 1948, meninggalkan jubah tradisional Loreto dengan sari katun sederhana berwarna putih dihiasi dengan pinggiran biru. Bunda Teresa mengadopsi kewarganegaraan India, menghabiskan beberapa bulan di Patna untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus dan kemudian memberanikan diri ke daerah kumuh. Ia mengawali sebuah sekolah di Motijhil (Kalkuta); kemudian ia segera membantu orang miskin dan kelaparan. Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang "termiskin di antara kaum miskin".
Usahanya dengan cepat menarik perhatian para pejabat India, termasuk perdana menteri yang menyampaikan apresiasinya.
Teresa menulis dalam buku hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami keraguan, kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis dalam buku hariannya:
“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang penggoda... Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”.
Teresa mendapatkan izin Vatikan pada 7 Oktober 1950 untuk memulai kongregasi keuskupan, yang kemudian menjadi Misionaris Cinta Kasih. Misinya adalah untuk merawat "yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan wabah kelaparan. Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh kota Kalkuta. Dengan bantuan pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Ritus Terakhir. "Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang hidup seperti binatang, mati seperti malaikat - dicintai dan diinginkan."
Bunda Teresa segera menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang menderita penyakit Hansen, umumnya dikenal sebagai kusta dan menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar (Kota Kedamaian). Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan beberapa klinik kusta yang terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan obat-obatan, perban dan makanan.
Bunda Teresa merasa perlu untuk membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955, ia membuka Nirmala Shisu Bhavan, sebagai perlindungan bagi yatim piatu dan remaja tunawisma.
Pada tahun 1960-an, ordo ini telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Bunda Teresa kemudian memperluas ordo di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster. Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara baik di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 2007, Misionaris Cinta Kasih berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 5.000 biarawati di seluruh dunia, menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di 120 negara.

 

Penurunan Kesehatan dan Kematian

Bunda Teresa menderita serangan jantung ketika di Roma pada tahun 1983, saat mengunjungi Paus Yohanes Paulus II. Setelah serangan kedua pada tahun 1989, ia menerima alat pacu jantung buatan. Pada tahun 1991, setelah berjuang melawan pneumonia saat di Meksiko, ia menderita masalah jantung lebih lanjut. Ia menawarkan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih, tetapi para biarawati ordo dalam sebuah pemungutan suara yang rahasia, memilihnya untuk tetap menjabat. Bunda Teresa sepakat untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai kepala ordo.
Pada April 1996, Bunda Teresa jatuh dan mematahkan tulang selangkanya. Pada bulan Agustus, ia menderita malaria dan gagal jantung di ventrikel kiri. Ia menjalani operasi jantung tapi sudah jelas bahwa kesehatannya menurun. Ia dirawat di sebuah rumah sakit di California, dan ini telah menghasilkan beberapa kritik. Uskup Agung Calcutta, Henry Sebastian D'Souza mengatakan, ia memerintahkan seorang pendeta untuk melakukan eksorsisme kepada Bunda Teresa atas izinnya saat ia pertama kali dirawat di rumah sakit dengan masalah jantung karena ia pikir mungkin ia diserang oleh iblis.
Pada tanggal 13 Maret 1997, dia turun dari jabatannya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih dan memberi jabatannya kepada Suster Nirmala Joshi. Ia meninggal pada tanggal 5 September 1997.
Pada saat kematiannya, Misionaris Cinta Kasih telah memiliki lebih dari 4.000 suster dan persaudaraan dengan 300 anggota yang menjalankan 610 misi di 123 negara. Ini termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum, program konseling anak-anak dan keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah. Misionaris Cinta Kasih juga dibantu oleh wakil pekerja yang berjumlah lebih dari 1 juta pada tahun 1990-an.
Bunda Teresa dibaringkan dalam ketenangan di Gereja St. Thomas, Kolkata selama satu minggu sebelum pemakamannya pada September 1997. Ia diberi pemakaman kenegaraan oleh pemerintah India dalam rasa syukur atas jasanya kepada kaum miskin dari semua agama di India. Kematiannya ditangisi baik di masyarakat sekuler dan religius. Dalam upetinya, Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah "seorang individu langka dan unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi. Pengabdian seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia." Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar mengatakan: "Ia adalah Pemersatu Bangsa. Ia adalah perdamaian di dunia ini".

Marvin Zuckerman : Sensation Seeking
Sensation seeking dideskripsikan sebagai keinginan untuk bervariasi, baru, kompleks, sensasi yang intens dan pengalaman serta kesukarelaan dalam mengambil resiko secara fisik, sosial, legal, dan secara finansial demi sebuah pengalaman. Ada empat komponen dari sensation seeking, antara lain:
ü  Thrill and Adventure Seeking
Keinginan untuk terikat dalam aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan, bahaya, hal yang menantang gravitasi seperti, bungee jumping, parachuting, dan scuba diving.
ü  Experience Seeking
Mencari pengalaman baru melalui perjalanan, lagu, seni.
ü  Disinhibition
Kebutuhan untuk mencari aktivitas sosial yang liar.
ü  Boredom Susceptibility
Kerentanan terhadap rasa bosan.

Analisa Teori Berdasarkan Kasus
Dari kasus di atas, kita dapat menganalisa kasus tersebut berdasarkan empat komponen sensation seeking Marvin Zuckerman. Analisa kasusnya sebagai berikut:
ü  Thrill and Adventure Seeking
Pada saat kesehatan Bunda Teresa sudah menurun, beliau pernah menawarkan diri untuk mmengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih, tetapi biarawati ordo dalam sebuah pemungutan suara yang rahasia, memilihnya untuk tetap menjabat jabatan tersebut. Bunda Teresa sepakat untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai kepala ordo. Pada saat keadaan fisiknya yang buruk, beliau tetap melayani mereka yang sakit dan kelaparan. Tetapi pada april 1996, Bunda Teresa terjatuh dan mengakibatkan tulang selangkanya patah. Pada bulan Agustus, ia menderita malaria dan gagal jantung di vertikel kiri dan menjalani operasi jantung, tapi sudah jelas bahwa kesehatan beliau menurun.

ü  Experience Seeking
Pada usianya yang masih berusia dua belas tahun, ia sudah merasa yakin dan berkomitmen untuk hidup beragama dan merasa terpanggil untuk melayani orang miskin. Bunda Teresa merasa sangat terpesona dengan cerita-cerita dari kehidupan dan pelayanan di Benggala. Pada akhirnya, saat beliau berusia delapan belas tahun, beliau berani meninggalkan rumah untuk bergabung dengan Kesusteran Loreto. Sejak saat itu, beliau tidak pernah lagi melihat ibu ataupun saudara perempuannya. Sebelum Bunda Teresa menjadi seorang Misionaris Cinta Kasih, Bunda Teresa dulunya adalah seorang biarawati dan juga seorang kepala sekolah biara Loreto di Entally.
ü  Disinhibition
Saat Bunda Teresa bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya, Bunda Teresa mendapatkan panggilan dari Tuhan. Pada saat itu juga, Ia mendengar kata "saya haus". Dan saat itu juga, Bunda Teresa memutuskan untuk meninggalkan biara dan membantu orang miskin. Dia memulai pekerjaan misionarisnya bersama orang miskin, mengenakan pakaian yang sederhana, serta memberanikan diri untuk terjun ke daerah yang paling kumuh untuk membantu orang miskin dan kelaparan.
ü  Boredom Susceptibility
Saat Bunda Teresa manjabat sabagai biara dan kepala sekolah biara Loreto di Entally, beliau merasa terganggu dengan kemiskinan, kelaparan, penderitaan, dan kematian yang ada di sekitarnya, sehingga beliau meninggalkan kehidupannya yang nyaman di dalam biara. Bunda Teresa lebih memilih masuk ke dalam lingkungan yang paling kumuh untuk melayani orang-orang miskin dan sakit. Namun, pada saat melayani mereka dengan keadaan yang buruk, berjalan hingga lengan dan kakinya terasa sakit untuk mencari tempat tinggal, ada keinginan untuk kembali ke kehidupannya yang dulu, menjadi biara dengan segala kenyamanan hidup yang serba ada. Tetapi, niat ini tidak pernah terlaksana karena Bunda Teresa tetap ingin bertahan untuk melayani mereka yang tidak dinginkan dan tidak dicintai. Beliau tetap bertahan dengan semua kasih yang ia berikan terhadap orang-orang yang membutuhkan sampai di penghujung usianya.